MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
“Industrialisasi Di Indonesia”
Kelompok 5
1.
Jodi
Giovani (23217063)
2.
Miftahul
Jannah (23217581)
3.
Ria
Agustina (25217128)
Kelas
: 1EB04
Dosen
Pembimbing : Maulana Syarif Hidayatullah,
S.E.I., M.E
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha
Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak
kekurangan karena pengalamn yang kami memiliki sangat kurang. Oleh karena itu
harapan kami kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan untuk
kesempurnaan makalah ini.
Depok, Mei
2018
Penulis
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi
menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri merupakan
bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung
maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang
bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu
disebut dengan perindustrian.
Dari definisi tersebut, istilah
industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal,
pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia
dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan
kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk
tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan
perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam
industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan
atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya,
pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan
baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal atau jenis teknologi yang digunakan.
Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu
negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin
besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin
beranekaragam jenis industrinya.
Sedangkan industrialisasi adalah
suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa
diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang
meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji dan penghasilan
yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi
dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan
inovasi teknologi.
Oleh sebab itu maka dalam makalah ini
kami akan membahas tentang bagaimana sejarah sektor industri di
Indonesia,masalah keterbalakangan industrialisasi di Indonesia, bagaimana kebijakan industrilisasi di
Indonesia, dan peranan sektor
industri dalam pembangunan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Konsep dan Tujuan Industrialisasi
2. Apa
saja Faktor-Faktor pendorong Industrialisasi
3. Bagaimana
Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
4. Apa
saja Permasalahan-permasalahan Industrialisasi
5. Bagaimana
Strategi Pembangunan Sektor Industri
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
menjelaskan konsep dan tujuan Industrialisasi
2. Untuk
menjelaskan faktor pendorong Industrialisasi
3. Untuk
menjelaskan perkembangan sektor Industri Manufaktur Nasional
4. Untuk
menjelaskan permasalahan Industrialisasi
5. Untuk
mengetahui Strategi Pembangunan Sektor Industri
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Dalam sejarah pembangunan ekonomi,
konsep industrialisasi berawal dari revolusi
industri pertama pada pertengahan abad ke-18 di inggris, yang ditandai dengan penemuan
metode baru untuk permintaan, dan penemuan metode baru untuk pemintalan dan
penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi, serta peningkatan
produktivitas dari faktor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan
penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap, yang mendorong inovasi dalam
pembuatan antara lain besi baja, kereta api, dan kapal tenaga uap. setelah itu
kemudian menyusul revolusi industri kedua pada akhir abad ke-18, dan awal abad
ke-19 dengan berbagai perkembangan teknonologi dan inovasi. Setelah perang
dunia II, mulai muncul berbagai teknologi baru seperti sistem produksi masal
dengan menggunakan jalur assembling, tenaga listrik, kendaran bermotor,
penemuan berbagai barang sintetis, dan revolusi teknologi telekomunikasi,
elektronik, bio, komputer, dan penggunaan robot. Semua perkembangan ini
mengubah pola produksi industri, meningkatkan volume perdagangan dunia, dan
memacu proses industrialisasi di dunia.
Sejarah ekonomi dunia menunjukkan
bahwa industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan
teknologi, inovasi, spesialisasi produksi, dan perdagangan antarnegara, yang
pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat mendorong
perubahan struktur ekonomi di banyak Negara, dari yang tadinya berbasis
pertanian menjadi berbasis industri. Dapat dikatakan bahwa terutama kombinasi
antara dua pendorong dari sisi penawaran agregat (produksi) yakni progres
teknologi dan inovasi produk serta proses produksi, dan peningkatan pendapatan
masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi sisi permintaan agregat,
merupakan kekuatan utama di balik akumulasi proses industrialisasi didunia.
Industrialisasi bukanlah merupakan
tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, melainkan hanya salah satu strategi yang
harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat
pendapatan perkapita yang tinggi dan berkelanjutan. Meskipun pelaksanaan sangat
bervariasi antarnegara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam
proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis
melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam pembentukan PDB,
permintaan konsumen, ekspor dan kesempatan kerja.
2.2 Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
1. Kondisi dan struktur awal
ekonomi dalam negeri
Suatu
Negara yang pada awal pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah
memiliki industri-industri primer atau hulu seperti besi dan baja, semen,
petrokimia, dan industri-industri tengah (Antara hulu dan hilir), seperti industri
barang modal (mesin) dan alat-alat produksi yang relatif kuatakan mengalami
proses industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan Negara yang hanya memiliki
industri-industri hilir atau ringan.
2. Besarnya pasar dalam negeri
yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat pn riil
perkapita
Pasar
dalam negeri yang besar, seperti Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari
200 juta orang merupakan salah satu faktor perangsang bagi pertumbuhan
kegiatan-kegaiatan ekonomi, termasuk industri, karena pasar yang besar menjamin
adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa
faktor-faktor penentu lainnya mendukung). Jika pasar domestic kecil, maka
ekspor merupakan alternatif satu-satunya untuk mencapai produksi optimal.
3. Ciri industrialisasi
Yang
dimaksud disini adalah antara lain cara pelaksanaan industrialisasi, seperti
misalnya tahapan dari dari implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola
pembangunan sektor industri, dan insentif yang diberikan, termasuk insentif
kepada invest
4. Keberadaan SDA
Ada
kecenderungan bahwa Negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju
pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah, dan Negara tersebut cenderung
tidak atau terlembat melakukan industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif
lebih lambat dibandingkan Negara-negara yang miskin SDA.
5. Kebijakan Strategi pemerintah
Pola
industrialisasi di Negara yang menerapkan kebijakan subtitusi impor dan
kebijakan perdagangan luar negeri yang protektif (seperti Indonesia terutama
selama pemerintahan Orde Baru hingga krisis terjadi) berbeda dengan di Negara
yang menerapkan kebijakan promosi ekspor dalam mendukung industri nya.
Faktor
Pokok, meliputi:
1. Modal
Modal
digunakan untuk membangun aset, pembelian bahan baku, rekrutmen tenaga kerja,
dan lain sebagainya untuk menjalankan kegiatan industri. Modal bisa berasal
dari dalam suatu negara serta dari luar negeri yang disebut juga sebagai
penanaman modal asing (PMA).
2. Tenaga Kerja
Tenaga
kerja dengan jumlah dan standar kualitas yang sesuai dengan kebutuhan suatu
perindustrian tentu akan membuat industri tersebut menjadi lancar dan mempu
berkembang di masa depan. Jika suatu negara kelebihan tenaga kerja, maka salah
satu solusi yang baik adalah mengirim tenaga kerja ke luar negeri menjadi tenaga
kerja asing. Contohnya indonesia dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga
kerja wanita (TKW). Jika suatu negara kekurangan tenaga kerja maka salah satu
jalan keluarnya adalah mendatangkan tenaga kerja asing dari luar negaranya.
3. Bahan Mentah/ Bahan Baku
Bahan
baku adalah salah satu unsur penting yang sangat mempengaruhi kegiatan produksi
suatu industri. Tanpa bahan baku yang cukup maka proses produsi dapat terhambat
dan bahakan terhenti. Untuk itu pasokan bahan mentah yang cukup baik dari dalam
maupun luar negeri/ impor dapat melancarkan dam mempercepat perkembangan suatu
industri.
4. Transportasi
Sarana
transportasi sangat vitas dibutuhkan suatu industri baik untuk mengangkut bahan
mentah ke lokasi industri, mengangkut dan mengantarkan tenaga kerja,
pengangkutan barang jadi hasil output industri ke agen penyalur/ distributor
atau ke tahap produksi selanjutnya, dan lain sebagainya. Terbayang bila
transportasi untuk kegiatan tadi terputus.
5. Sumber Energi/ Tenaga
Industri
yang modern memerlukan sumber energi/ tenaga untuk dapat menjalankan berbagai
mesin-mesin produksi, menyalakan perangkat penunjang kegiatan bekerja,
menjalankan kendaraan-kendaraan industri dan lain sebagainya. Sumber energi
dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti bahan bakar minyak/ bbm, batubara,
gas bumi, listrik, metan, baterai, dan lain sebagainya.
6. Marketing/ Pemasaran Hasil
Output Produksi
Pemasaran
produk hasil keluaran produksi haruslah dikelola oleh orang-orang yang tepat
agar hasil produksi dapat terjual untuk mendapatkan keuntungan/ profit yang
diharapkan sebagai pemasukan untuk pembiayaan kegiatan produksi berikutnya,
memperluas pangsa pasar, memberikan dividen kepada pemegang saham, membayar
pegawai, karyawan, buruh, dan lain-lain.
Faktor
Penunjang/ Faktor Pendukung, meliputi:
1. Kebudayaan Masyarakat
Sebelum
membangun dan menjalankan kegiatan industri sebaiknya patut dipelajari mengenai
adat-istiadat, norma, nilai, kebiasaan, dan lain sebagainya yang berlaku di
lingkungan sekitar. Tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat sekitar mampu
menimbulkan konflik dengan penduduk sekitar. Selain itu ketidak mampuan membaca
pasar juga dapat membuat barang hasil produksi tidak laku di pasaran karena
tidak sesuai dengan selera konsumen, tidak terjangkau daya beli masyarakat,
boikot konsumen, dan lain-lain.
2. Teknologi
Dengan
berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu akan dapat membantu industri untuk
dapat memproduksi dengan lebih efektif dan efisien serta mampu menciptakan dan
memproduksi barang-barang yang lebih modern dan berteknologi tinggi.
3. Pemerintah
Pemerintah
adalah bagian yang cukup penting dalam perkembangan suatu industri karena
segala peraturan dan kebijakan perindustrian ditetapkan dan dilaksanakan oleh
pemerintah beserta aparat-aparatnya. Pemerintahan yang stabil mampu membantu
perkembangan industri baik dalam segi keamanan, kemudahan-kemudahan, subsidi,
pemberian modal ringan, dan sebagainya.
4. Dukungan Masyarakat
Semangat
masyarakat untuk mau membangun daerah atau negaranya akan membantu industri di
sekitarnya. Masyarakat yang cepat beradaptasi dengan pembangunan industri baik
di desa dan di kota akan sangat mendukung sukses suatu indutri.
5. Kondisi Alam
Kondisi
alam yang baik serta iklim yang bersahabat akan membantu industri memperlancar
kegiatan usahanya. Di Indonesia memiliki iklim tropis tanpa banyak cuaca yang
ekstrim sehingga kegiatan produksi rata-rata dapat berjalan dengan baik
sepanjang tahun.
6. Kondisi Perekonomian
Pendapatan
masyarakat yang baik dan tinggi akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk
membeli produk industri, sehingga efeknya akan sangat baik untuk perkembangan
perindustrian lokal maupun internasional. Di samping itu Saluran distribusi
yang baik untuk menyalurkan barang dan jasa dari tangan produsen ke konsumen
juga menjadi hal yang sangat penting.
Tambahan
:
Faktor-faktor
yang menghambat pembangunan dan perkembangan industri merupakan kebalikan dari
kondisi faktor-faktor di atas. Hanya saja nilainya yang lebih negatif. Contoh :
1. Permodalan yang kurang
2. Tidak ada sdm yang sesuai
dengan yang dibutuhkan
3. Hasil produksi yang kualitas
buruk
4. Pemasaran yang buruk
5. Daya beli masyarakat yang
rendah
6. Dan masih banyak lagi yang
lainnya
2.3 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perkembangan industri manufaktur disetiap Negara juga dapat
digunakan untuk melihat perkembangan industri Negara itu secara nasional,sejak
krisis ekonomi dunia pada tahun 1998 dan perontokan perekonomian nasional
,perkembangan industry di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan
perkembangan yang memuaskan.bahkan perkembangan industri nasional ,khususnya
industri manufaktur ,lebih sering merosot perkembangannya dibandingkan dengan
grafik peningkatannya. Sector industri manufaktur di banyak
Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade
terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa.
Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja
ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industri manufaktur merupakan
contributor utama. Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur
di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector
yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output
dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih
relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi
di Negara-negara ASEAN lainnya. Sebuah hasil
riset yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap
prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil
yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi
industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara
Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri
manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat
rendah. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan
tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.
Sektor
industry manufaktur di Indonesia Data terbaru dari Kementerian Perindustrian tahun 2015 menunjukkan bahwa
sektor industri, khususnya sektor manufaktur non-migas mengalami pertumbuhan
yang signifikan, melampaui pertumbuhan GDP Indonesia pada kwartal I tahun 2015.
Menurut data
BPS, kontribusi sektor industri manufaktur non-migas terhadap PDB tahun 2015
mencapai 18.18 % dengan nilai Rp 2.089 triliun. Kontribusi ini meningkat jika
dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 17.89 % dengan nilai hanya Rp
1.884 triliun.
Grafik 1.Perkembangan Industri Manufaktur, Kontribusi terhadap PDB, dan PDB Indonesia Tahun 1990-2016 (Sumber: BPS, 2016)
Tingkat pertumbuhan yang pesat pada industri nasional merupakan multiplier effect dan tingginya investasi pada sektor ini. Terhitung sejak tahun 2010, trend investasi sektor industri di Indonesia terus mengalami peningkatan meskipun sempat tertahan akibat krisis finansial pada tahun 2008. Apabila ditarik lebih jauh ke belakang, pertumbuhan industri manufaktur dalam perekeonomian Indonesia telah meningkat secara bertahap. Namun, di sisi lain, peningkatan kerja industri manufaktur hanya naik dari 10 % menjadi 12 %.
Tingkat
pertumbuhan yang pesat pada industri nasional merupakan multiplier effect dan tingginya investasi pada sektor ini.
Terhitung sejak tahun 2010, trend investasi sektor industri di Indonesia
terus mengalami peningkatan meskipun sempat
tertahan akibat krisis finansial pada tahun 2008. Apabila ditarik
lebih jauh ke belakang, pertumbuhan industri manufaktur dalam perekeonomian Indonesia telah meningkat secara bertahap. Namun,
di sisi lain, peningkatan kerja industri manufaktur hanya naik dari 10 % menjadi
12 %.
Sektor ini menjadi dominan dalam penyumbang terbesar PDB Indoneesia dimana mencapai 23.37 % (migas dan non-migas), namun sektor ini hanya mampu menyerap tenaga kerja terendah sebesar 14.88 % dibandingkan dengan sektor pertanian (38.07 %) dan perdagangan (23.74 %) (Kementerian Perdagangan, 2014). Hal ini bisa disebabkan karena industri manufaktur menitikberatkan pada investasi dan penggunaan teknologi menengah-tinggi ketimbang penggunaan tenaga kerja/labor .
2.4 Permasalahan Industri
Industrialisasi di negara berkembang
pada umumnya dilakukan sebagai upaya mengganti barang impor, dengan mencoba
membuat sendiri komoditi-komoditi yang semula selalu diimpor. Mengalihkan
permintaan impor dengan melakukan pemberdayaan produksi dari dalam
negeri.
Strategi yang pertama dilakukan
adalah pemberlakuan hambatan tarif terhadap impor produk-produk tertentu.
Selanjutnya disusul dengan membangun industri domestik untuk memproduksi
barang-barang yang biasa di impor tersebut. Ini biasanya dilaksanakan melalui
kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing yang terdorong untuk membangun
industri di kawasan tertentu dan unit-unit usahanya di negara yang bersangkutan,
dengan dilindungi oleh dinding proteksi berupa tarif. Selain itu, mereka juga
diberi insentif-insentif seperti keringanan pajak, serta berbagai fasilitas dan
rangsangan investasi lainnya.
Untuk industri kecil yang baru tumbuh
terutama di negara yang sedang berkembang. Industri yang baru dibangun belum
memiliki kemampuan yang memadai untuk berkompetisi secara frontal dengan
industri mapan dari negara-negara yang sudah maju. Industri negara maju sudah
berada di jalur bisnisnya dalam waktu yang sudah lama dan sudah mampu melakukan
efisiensi dalam proses-proses produksinya. Mereka mempunyai informasi dan
pengetahuan yang cukup tentang optimisasi proses produksi, situasi dan
karateristik pasar, serta kondisi pasar tenaga kerja sehingga mereka mampu menjual
produk yang berharga murah di pasar internasional tetapi masih tetap bisa
menghasilkan keuntungan yang memadai.
Dibeberapa negara, para produsen
domestik mereka tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik tanpa
tarif, akan tetapi juga untuk ekspor ke pasar internasional. Hal ini bisa
mereka lakukan karena mereka telah mampu menghasilkan produk tersebut dengan
struktur biaya yang murah sehingga harga yang ditawarkan sangat kompetitif dan
mampu bersaing di pasar luar negeri, maka banyak pemerintahan negara-negara
dunia ketiga yang tertarik dan menerapkan strategi industrialisasi substitusi
impor tersebut.
Perekonomian nasional memiliki
berbagai permasalahan dalam kaitannya dengan sektor industri dan
perdagangan:
1. Industri
nasional selama ini lebih menekankan pada industri berskala luas dan industri
teknologi tinggi. Adanya strategi ini mengakibatkan berkembangnya industri yang
berbasis impor. Industri-industri tersebut sering terpukul oleh depresiasi mata
uang rupiah yang tajam.
2. Penyebaran
industri belum merata karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Industri yang
hanya terkonsentrasi pada satu kawasan ini tentulah tidak sejalan dengan
kondisi geografis Indonesia yang menyebut dirinya sebagai negara
kepulauan.
3. Lemahnya
kegiatan ekspor Indonesia yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang
tinggi, juga masih tingginya tingkat suku bunga pinjaman bank di Indonesia,
apalgi belum sepenuhnya Indonesia diterima di pasar internasional.
4. Komposisi
komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya
saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti
hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu. tersedianya tenaga kerja yang murah –
seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik.
5. Komoditi
primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan
mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya Indonesia
mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam
bentuk mebel karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi.
6. Masih
relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih
bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha.
Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan
tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia
yang terserap. ketimbang kualitas tenaga manusianya.
Beberapa ahli menilai penyebab utama
dari kegagalan Indonesia dalam berindustri adalah karena industri Indonesia
sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama
negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri. Ketergantungan
yang tinggi terhadap impor teknologi ini merupakan salah satu faktor
tersembunyi yang menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan
sistem ekonomi di Indonesia.
Sistem industri Indonesia tidak
memiliki kemampuan pertanggungjawaban dan penyesuaian yang mandiri. Karenanya
sangat lemah dalam mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan
tindakan-tindakan pencegahan untuk menghadapi terjadinya perubahan tersebut.
Tuntutan perubahan pasar dan persaingan antar industri secara global tidak hanya
mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan harga dari komoditas
yang diperdagangkan, tetapi juga tuntutan lain yang muncul karena berkembangnya
idealisme masyarakat dunia terhadap hak asasi manusia, pelestarian lingkungan,
liberalisasi perdagangan, dan sebagainya.
Gerak ekonomi Indonesia sangat
tergantung pada arus modal asing yang masuk atau keluar Indonesia serta
besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar
negeri.
Kebijakan yang telah secara
berkelanjutan ditempuh tersebut, teramati tidak mampu membawa ekonomi Indonesia
menjadi makin mandiri, bahkan menjadi tergantung pada:
1. Ketergantungan
kepada pendapatan ekspor
2. Ketergantungan
pada pinjaman luar negeri
3. Ketergantungan
kepada adanya investasi asing
4. Ketergantungan
akan impor teknologi dari negara-negara industri.
2.5 Strategi Pembangunan Sektor Industri
Tujuan pembangunan industri nasional
baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk
mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk
mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
1. Meningkatkan
penyerapan tenaga kerja industry
2. Meningkatkan
ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri
3. Memberikan
sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian
4. Mendukung
perkembangan sector infrastruktur
5. Meningkatkan
kemampuan teknologi
6. Meningkatkan
pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
7. Meningkatkan
penyebaran industri.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut
dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industry
manufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta
mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat.
Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara
berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan
industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang
berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri
manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang
berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun
daya saing industri yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah
industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya
kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang
wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi
juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta
profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun sektor industri yang
diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan
menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan
datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan
kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta
tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut
diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam
negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring industri dalam format
klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu:
industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis
industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan
yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka
peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan
pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan
top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan dengan memperhatikan
prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.
Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang
merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini
Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan
mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya
dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Startegi pelaksanaan industrialisasi:
1. Strategi
substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri
berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara
yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan. Pertimbangan menggunakan strategi ini:
·
Sumber daya alam & Faktor produksi
cukup tersedia
·
Potensi permintaan dalam negeri memadai
·
Sebagai pendorong perkembangan industri
manufaktur dalam negeri
·
Kesempatan kerja menjadi luas
·
Pengurangan ketergantungan impor, sehingga
defisit berkurang
2. Strategi
promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional
dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki
keunggulan bersaing.Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
·
Pasar harus menciptakan sinyal harga yang
benar yang merefleksikan kelangkaan barang , baik pasar input maupun output
·
Tingkat proteksi impor harus rendah
·
Nilai tukar harus realistis
·
Ada insentif untuk peningkatan ekspor
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Industrialisai di Indonesia mengalami
kemunduran mulai dari semenjak krisis
ekonomi terjadi di tahun 1998, hal ini terjadi
karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan tetapi kemunduran ini
bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk
melakukaninvestasi pada industri dalam negeri,
tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada penyerapan barang hasil produksi
industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi
industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia
dikuasai oleh produk produk luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar